
Yantje M. Wattimena
Jujur, saya tidak terlalu dekat dengan adik ipar saya yang satu ini. Bukan karena ada masalah di antara kami. Tapi lebih dikarenakan kami jarang ketemu. Jarak antara Cibinong – Condet (yang sebenarnya tidak terlalu jauh), tidak membuat kami sering ketemu. Dan kalaupun ketemu – di rumahnya di Condet, tidak juga membuat kami banyak ngobrol. Hanya ngobrol seperlunya.
Yang jelas, yang masih saya ingat sampai sekarang, kalau saya datang, dia akan sibuk membuat saya merasa, bahwa saya adalah tamu yang penting. Tamu adalah raja, berlaku di rumahnya.
“Mas .. mau makan mas? Kopi … kpoi ….. Ada roti. Mau? Seperti kalau kita menghubungi call center, kalimat-kalimat itu selalu meluncur dengan logat Ambon yang khas. Mirip template. Tidak banyak berubah. Selalu itu yang ditawarkan. Mau makan? Mau Kopi? Bedanya dengan salam yang diucapkan oleh call center, orang Ambon yang memelihara kumis dan jenggot panjang ini, mngucapkan dan menawarkannya dengan ketulusan hati. Saya bisa merasakan itu ….
Dan ketika dia sudah menyuguhkan kopi, biasanya kami jarang berbincang lagi. Dia akan asyik nonton berita di TV dan saya paling ikutan nonton berita sambil menikmati kopi suguhannya. Sesekali saya akan mengomentari berita. Dan dia – biasanya – akan berkomntar pendek.
Tidak berbeda kalau sekali waktu dia datang ke rumah kami di Cibinong. Setelah basa-basi menanyakan kabar, dia akan langsung menonton berita dan saya juga akan langsung ‘sibuk’ di depan komputer, seperti biasa. Tidak banyak yang kami bicarakan. Mungkin memang tidak ada topik yang pas untuk kami obrolkan.
Obrolan terpanjang saya malah terjadi ketika dia sudah tidak sadar. Itu juga kalau masih bisa dibilng sebagai sebuah obrolan.
Baca lebih lanjut →
Menyukai ini:
Suka Memuat...